Minggu, 29 April 2012
Sabtu, 28 April 2012
Kumpulan Cerita Rakyat dan Dongeng
Di Bawah Pohon
Rindang
Alkisah di sebuah padang pasir siang itu
terik matahari membuat udara terasa begitu panas. Angin bertiup kencang
menerbangkan debu kian kemari. Para musafir
dan saudagar yang sedang dalam perjalanan memutuskan untuk beristirahat. Namun,
tak ada satu tempat pun untuk berteduh, kecuali sebuah pohon yang tumbuh
menyendiri di tengah padang
pasir itu. Maka orang-orang berbondong-bondong berteduh di bawahnya.
“Lebih
baik kita melanjutkan perjalanan sore nanti”, ujar salah seorang di antara
mereka.
“Benar,
siang ini udara sangat panas,” sahut yang lain.
Sesaat
kemudian datanglah seorang pengemis tua. Tubuhnya kurus dan pakaiannya kotor
serta compang-camping. Orang-orang mengusirnya ketika orang tua itu mendekat.
“Aku
tidak meminta sedekah kalian. Aku hanya ingin berteduh,” seru pengemis itu
mengiba.
“Akan
tetapi, kedatanganmu mengganggu kami,” bentak salah seorang dari mereka.
“Tubuhnya
sangat bau!” tambah yang lain.
“Biar
dia mandi satu minggu, baunya tidak akan hilang!” kata yang lain lagi.
Orang-orang tertawa mendengarnya. Sementara pengemis tua itu tetap berdiri
kepanasan.
Tidak
lama berselang, datanglah seseorang dengan berpakaian jubah putih dan janggut
sama putihnya. Orang itu tampak berwibawa. Orang-orang segera memberi hormat.
Bahkan, mempersilakannya berteduh bersama mereka.
“Maukah
kalian kuceritakan sesuatu tentang keadilan?” tanya lelaki itu dengan suara
mantap.
“Kami
akan mendengarkannya, tuan Guru,” jawab orang-orang serentak. Kemudian lelaki
yang dipanggil Tuan Guru itu bicara.
“Menurut
cerita ada seorang petani menanam gandum. Ketika gandum itu sudah matang,
petani itu hendak memanennya. Akan tetapi, datanglah seorang penguasa merampas
seluruh gandumnya. Petani itu tidak mendapatkan apa-apa, adilkah itu?”
“Tentu
tidak adil, Tuan Guru,” jawab orang-orang kembali serentak.
“Tahukah
kalian juga melakukan ketidakadilan seperti itu?” Orang-orang terkejut. Mereka
saling berpandangan.
“Tunjukanlah
perbuatan kami yang tidak adil itu, tuan guru, agar kami dapat memperbaikinya,”
kata salah seorang di antaranya. Dengan tenang guru itu berkata sambil
memandang pengemis tua yang masih berdiri kepanasan.
“Kalian
telah merampas hak orang yang menabur biji pohon ini untuk berteduh. Kalian
saja seperti penguasa yang kuceritakan tadi. Ketahuilah pengemis itulah yang
telah menabur biji di tanah ini dua tahun yang lalu. Aku melihatnya sendiri dan
kusaksikan pohon ini tumbuh dari hari ke hari.”
Demi
mendengar guru itu, orang-orang segera mempersilakan pengemis itu berteduh
bersama mereka.
õõõ
Nyanyian Burung
Kenari
Di suatu negeri, terdapat sebuah istana yang megah. Di
istana itu tinggal Baginda Raja. Di belakang istana terhampar hutan pinus. Di
hutan pinus tinggallah seekor burung kenari. Burung kenari itu sering
memperdengarkan nyanyiannya yang amat merdu. Setiap orang yang mendengarnya
akan terpikat. Kemerduan nyanyian burung kenari itu telah tersebar ke seluruh
negeri.
Baginda
Raja pun mendengar kemerduan nyanyian burung itu. Ia ingin mengetahui kebenaran
beritannya. Ia memerintahkan punggawa untuk mencari burung itu. Punggawa harus
membawa burung itu ke istana. Punggawa pergi ke hutan pinus.
Tidak
lama kemudian, terdengar sayup-sayup nyanyian burung kenari. Punggawa mendekat
sumber nyanyian itu. Ia terpukau mendengar nyanyian burung itu. Ketika burung
kenari selesai bernyanyi, ia menyampaikan pesan baginda kepada burung itu.
Burung kenari bersedia ikut ke istana. Baginda Raja ingin mendengar kemerduan
suaranya.
Burung
kenari pun mengikuti Punggawa ke istana. Setiba di sana, burung kenari ditempatkan di sangkar
emas oleh baginda. Keesokan harinya burung kenari menyanyi. Nyanyian burung itu
menyentuh hati Baginda. Ternyata berita
tentang kemerduan nyanyian burung itu benar. Sejak itulah, burung kenari selalu
bernyanyi untuk menghibur hati Baginda.
Hari
demi hari berlalu, lama-kelamaan burung kenari merasa jemu. Burung kenari
merindukan kebebasan. Ia ingin tinggal di hutan pinus seperti dahulu. Tanpa
sepengetahuan Baginda, burung kenari meninggalkan sangkarnya. Burung itu
terbang ke hutan pinus.
Sepeninggal
burung kenari hati Baginda menjadi sedih, ia merindukan nyanyian burung itu.
Baginda jatuh sakit karena rasa rindunya. Beberapa ahli pengobatan mengobati
sakit Baginda. Akan tetapi, tak ada seorang pun yang berhasil mengobatinya.
Burung
kenari mendengar berita tantang sakitnya Baginda Raja. Kemudian, burung itu
terbang ke istana. Di sisi pembaringan Baginda Raja, burung itu bernyanyi.
Nyanyiannya membangunkan Sang Raja. Alangkah gembira hati Baginda ketika
melihat burung kenari. Kehadiran dan nyanyian burung kenari mengobati sakit
Baginda Raja.seketika itulah, Baginda sembuh dari sakitnya. Burung kenari
senang melihat Baginda Raja sehat.
Baginda
Raja berterima kasih kepada burung kenari. Baginda Raja menghendaki agar burung
kenari tinggal di istana. Burung kenari menolak permintaan Baginda Raja. Ia
ingin hidup bebas di hutan pinus. Baginda Raja memahami keinginan burung itu.
Ia tak bisa memaksanya untuk tinggal di istana. Akhirnya, burung kenari terbang
kembali ke hutan pinus. Ia hidup bebas di hutan pinus.
õõõ
Si Jenggot dan Si
Tanduk
Daerah
Dompu, Nusa Tenggara Barat, dikenal sebagai daerah peternakan. Di sebagian
besar daerah ini banyak terdapat padang
rumput atau stepa dan sabana. Padang
rumput di sebelah timur Dompu dikenal sebagai daerah populasi kambing.
Dari
arah selatan mengalir sebuah sungai yang membagi dua padang rumput tersebut. Akibatnya,
terbentuklah kawanan kambing sebelah barat dan kawanan kambing sebelah timur.
Setiap kawanan dipimpin oleh kambing yang dianggap paling berani dan paling
kuat di antara kambing-kambing lainnya. Kawanan kambing sebelah timur dipimpin
oleh si jenggot, sedangkan kawanan kambing sebelah barat dipimpin oleh si
Tanduk.
Menjelang
musim hujan, angin bertiup dengan kencangnya. Sebuah pohon kelapa di sebelah
barat sungai roboh ke sebelah timur sungai sehingga membentuk sebuah jembatan.
Alangkah gembiranya hati si Jenggot dan si Tanduk melihat jembatan tersebut.
Impian mereka selama ini kini menjadi kenyataan.
Masing-masing
ingin adu pamer kehebatan. Si Jenggot ingin memperlihatkan kehebatan jenggotnya
kepada kambing-kambing di sebelah barat. Sebaliknya, si Tanduk ingin memamerkan
kehebatan tanduknya pada kambing-kambing di sebelah timur.
Keesokan
harinya, kedua pemimpin kambing itu sudah berada di samping jembatan pohon
kelapa.
“Hei,
Nggot! Jangan coba-coba mendahuluiku masuk ke jembatan ini! Kamu tidak takut
dengan tandukku yang kekar ini?” gertak si Tanduk.
“Hei,
Nduk! Jangan sok mengatur! Kamu belum tahu kehebatan jenggot keramatku?” balas
si Jenggot.
Kedua
kambing tersebut akhirnya sama-sama masuk meniti jembatan pohon kelapa.
Keduanya tidak ada yang mau mengalah. Di atas jembatan keduanya bertarung
sekuat tenaga. Mereka mengambil ancang-ancang, berlari, lalu menyerudukkan
kepala satu sama lain. Bunyi benturan kepala keduanya terdengar sangat keras.
Semua jurus dikerahkan. Akibatnya, keduanya terkulai lemah tak berdaya.
Kisah Kerbau dan
Ular
Di sebuah terlihat seorang pemuda sedang membajak
sawah. Ia membajak dengan menggunakan kerbaunya yang besar dan kuat.
Kadang-kadang pemuda memecut kerbaunya jika hewan itu lamban dalm bekerja.
Tentu saja kerbau itu diam saja walaupun diperlakukan demikian.
Tak
jauh dari tempat itu ada seekor ular yang sedang memperhatikan si kerbau dan si
pemuda. Ia amat kesal kepada kerbau itu karena ia tidak mau melawan. Dalam
hati, ular itu berkata, “Alangkah penakutnya kerbau! Badannya saja yang besar
dan kuat, tetapi tidak berani melawan manusia. Kerbau mau saja disuruh bekerja
berat, tetapi tetap dipecut saja.”
Beberapa
sast kemudian si pemuda beristirahat. Kerbau pun beristirahat sambil makan
rumput. Ular lalu merayap mendekati kerbau.
“Hai,
kerbau, kau memang binatang penakut! Badanmu saja yang besar dan kuat, tetapi
kalah dengan manusia yang kecil dan lemah,” kata ular dengan kesal.
“Hai,
ular, dengar perkataanku. Manusia walaupun kecil, tetapi lebih pintar dan punya
kekuatan. Manusia itu memiliki akal sehingga ia dapat melakukan apa saja dengan
akalnya,” jawab kerbau.
“Ah,
kamu sok tahu, kerbau! Lihat saja! Jika manusia berani padaku, aku akan melilit
dan menggigitnya. Akan kubuktikan nanti, “ kata ular sambil pergi meninggalkan
kerbau.
“Coba
kamu buktikan kalau berani,” tentang kerbau.
Ular
pun merayap mendekati si pemuda yang sedang duduk beristirahat di bawah pohon.
Melihat ada seekor ular merayap mendekatinya, pemuda itu segera waspada.
Secepat kilat ia mengambil kayu yang kebetulan ada di dekatnya. Ular bertambah
marah dan terus mengejar. Melihat ular yang terus berusaha menyerangnya, si
pemuda pun memukul kepala ular dengan kayu. Ular tetap berusaha melawan dan
ingin melilitnya, tetapi tak juga berhasil Akhirnya pemuda itu kembali memukul
kepala ular dengan keras. Ular pun tidak berdaya, lalu dimasukan ke dlam
karung.
Kerbau
merasa kasiahn melihat nasib ular. Akan tetapi, dalam hatinya ia senang juga.
Ia senang karena kesombongan ular akhirnya terbalas. Ya, bagaimanapun, manusia
tetap lebih unggul daripada hewan berkat akalnya.
õõõ
Gara-Gara Telur
Buaya
Dahulu
kala terdapat sebuah kampung di pinggir danau. Kampung itu bernama kampung
nelayan Karena sebagian besar warganya adalah nelayan. Di sana hidup sebuah keluarga dengan anaknya
yang bernama Zaidin. Bila mereka pergi mencari ikan, Zaidin tinggal menjaga
rumah.
Pada
suatu hari suami-istri itu seperti biasanya sedang mencari ikan di danau. Pada
waktu mereka mengangkat jaring untuk kesekian kalinya, dalam jaring itu
terlihat sebutir telur yang amat besar. Karena takut, telur itu mereka masukkan
kembali ke dalam danau. Anehnya, setiap kali mereka mengangkat jarring, telur
itu selalu terbawa lagi. Tidak ada satu pun ikan yang tertangkap.
Kejadian
itu berulang terus, walaupun mereka pindahkan jaringnya ke tempat lain.
Tampaknya telur itu ingin sekali ikut bersama mereka. Akhirnya, telur itu pun
mereka bawa pulang.
Sampai
di rumah, mereka Zaidin sedang tidur. Karena tidak berhasil mendapat ikan, sang
ibu lalu merebus telur itu. Setelah matang, telur itu mereka makan sebagai lauk
bersama nasi.
Begitu
selesai makan, timbullah suatu keajaiban. Kedua suami istri itu perlahan-lahan
berganti rupa menjadi ekor buaya besar. Akan tetapi, keajaiban itu tidak
menimpa Zaidin. Ia belum sempat memakan telur itu karena masih tertidur.
Setelah
terjaga dari tidurnya, Zaidi menjadi ketakutan. Ia menangis setelah ayah-ibunya
menjadi sepasang buaya. Kedua ekor buaya tersebut segera membelai anak mereka
itu. Setelah anaknya tenang, ayahnya menasihatinya, “Zaidin, jangan kau makan
sisa telur di meja makan itu. Siapa saja yang memakan telur itu akan berubah
wujud menjadi buaya.
Kedua
buaya itu lalu masuk ke danau untuk bertempur dengan buaya outih. Buaya outih
adlah buaya yang telah mengubah wujud mereka. Pesan lain juga mereka sampaikan
untuk Zaidin. Apabila timbul warna merah pada air danau, berarti mereka kalah.
Akan tetapi, bila timbul warna putih, berarti buaya putihlah yang kalah. Tanda
itu akan terlihat bila hujan turun pada saat hari panas dan ada pelangi di
langit.
Zaidin
hanya termenung di tepi danau menunggu tanda dari kedua orang tuanya. Tiap hari
ia memandang air danau. Ia berharap agar orang tuanya muncul lagi. Orang-orang
kampung tidak tahu bahwa orang tua Zaidin telah berubah menjadi buaya. Mereka
hanya tahu keduanya tewas tenggelam di danau.
Akhirnya,
pada suatu hari hujan turun dan muncullah pelangi di langit. Tiba-tiba air
danau menampakkan warna putih. Melihat itu, Zaidin yakin itu pertanda kedua
orang tuanya telah memenangkan pertempuran dengan buaya putih. Akan tetapi,
keduanya tak pernah kembali. Tinggallah Zaidin yang tetap menunggu dan terus
menunggu hingga akhir hayatnya.
õõõ
Ayah
Konon di sebuah desa di pinggir hutan tinggal seorang
ibu dan anak gadisnya. Ibu itu sudah tua., sedangkan anak gadisnya menginjak
dewasa. Wari, demikian nama gadis tersebut. Wari sangat patuh kepada ibunya.
Kehidupan
mereka sangat susah. Untuk makan sehari-hari saja, mereka harus mencari kayu
bakar di hutan. Kayu itu lalu dijual ke pasar. Dari hasil penjualan kayu itulah
mereka belikan makanan. Selain itu, mereka juga makan umbi-umbian. Ubi dan
talas tumbuh di pekarangan gubuk mereka. Umbi-umbian lain, mereka dapat di
pinggir atau di dalam hutan.
Kehidupan
mereka yang susah itu, kini bertambah susah lagi. Ibu yang telah tua itu jatuh
sakit. Telapak kaki hingga jari-jarinya terluka. Dari hari ke hari luka itu
kian membengkak. Luka itu bernanah dan menimbulkan bau tidak sedap. Wari sangat
sedih melihat keadaan ibunya yang tak
kunjung sembuh. Akan tetapi, demikian, ia tetap ke hutan mencari kayu bakar
atau umbi-umbian.
Ketika
Wari berada di hutan, tiba-tiba ia mendengar suara yang menakutkan. Wari
gelisah dan ketakutan. Suara apakah itu? Demikian pikirnya.
Wari
makin takut. Bulu romanya berdiri. Dia tidak kuat melangkah sedikit pun.
Keringat dinginnya mengucur. Lh, bagaimana saya ini …, pikirnya.
“He
… he …!” kembali suara itu terdengar. Kali ini makin keras. Bersamaan dengan
itu, Wari jatuh tak sadarkan diri. Ia pingsan …
Eantah
berapa lama Wari tak sadarkan diri. Setelah siuman, ia menjadi tambah ngeri. Ia
melihat kaki, ah, … kaki raksasa! Raksasa …!!! Ia hendak berteriak. Akan
tetapi, teriakannya tidak mengeluarkan suara apa-apa. Itu kaki raksasa … ah,
sebesar batang pohon, ih … betapa menakutkan!
“Ho
… ho …! Sudah bangun, gadis kecil? Ho … ho,” suara raksasa itu terdengar keras.
Saking kerasnya suara itu, dahan-dahan di sekitarnya bergoyang.
Wari
bertambah takut. Ia ingin segera menghilang dari situ. Akan tetapi, ia tidak
berdaya. Ia malah bertambah takut!
“Ah,
jangan takut. Saya bukan raksasa jahat. Saya raksasa penolong. Ho…Ho…!
Walaupun
demikian, Wari tetap saja takut.
“Ho…Ho…jangan
takut! Jangan takut! He…he, tampaknya kamu sedang susah. Ada apa gerangan? Ho…Ho…!
Wari
tidak berani buka suara. Mulutnya trekatup rapat. Ia malah ketakutan melihat
mata raksasa yang sebesar kepalan tangan sedang memelototi dirinya!
“Ho…Ho…!
Belum bersuara juga, ho! Katakan, jangan takut. Saya akan menolongmu, ho…ho!”
suara raksasa itu agak melemah.
“…Ya…ta…kut…!”
suara Wari terputus-putus.
“Jangan
takut! Saya sudah katakan, saya bukan raksasa biasa. Saya raksasa penolong.
Ayo, katakan, gadis kecil!”
“Ibu…ku…sa…!”
Wari berbicara terbata-bata.
“Aku
kini ingat, ho, ibumu sakit?”
“Hm,
ibumu kan
tinggal di pinggir hutan ini?”
“Iya,
betul,” Wari sudah mulai berani.
“Hmm,
aku tahu. Ibumu adalah temanku… ho…ho!”
Wari
heran. Kini ia malah bertanya-tanya, siapa raksasa itu?
“Ibumu
sakit kaki, kan?
Kakinya tersandung akar. Saat itu kami sedang bermain di sini. Ia bersembunyi
dan saya mengejarnya. Ia lari dan tersandung…”
“Kakinya
membengkak. Kini bernanah dan berbau busuk. Raksasa. Kok tahu ibuku?” tanya
Wari.
“Iya, kami adalah…”
“Adalah
apa?” tanya Wari.
Raksasa
menggelengkan kepalanya. Ia tidak meneruskan bicaranya. Beberapa saat kemudian,
ia malah bersedih.
“Sudahlah…
jangan tanya-tanya siapa saya. Pulanglah dan
obati ibimu.”
Wari
makin heran saja. Siapa sebenarnya raksasa yang kini bersedih di hadapannya
ini? Untuk menghilangkan keherannya, Wari berkata.
“Ya,
saya mau mengobati ibuku, tetapi obatnya tidak ada.”
“Oh,
ya, ini bawa obatnya. Cepat obati ibumu!” Raksasa memberi sebungkus obat pada
Wari.
Beberapa
saat kemudian, Wari berlari-lari kecil menuju gubuknya. Sesekali ia menengok ke
belakang. Melihat raksasa yang memberinya obat tadi.
Ia
tiba di rumah dengan napas terengah-engah.
Sesampainya
di rumah, ia menorehkan obat itu ke luka di kaki ibunya.
Esoknya,
Wari kembali ke hutan dan ingin menjumpai raksasa itu. Akan tetapi, raksasa
yang ia tunggu-tunggu tidak muncul. Ia pulang dengan kecewa. Akan tetapi,
setibanya di gubuk, ia melihat ibunya sudah berdiri di halaman.
“Ibu
sudah sehat?” tanya Wari heran.
“Ya, Nak. Lihatlah,
kaki ibu sudah sembuh,”
maka berceritalah Wari tentang obat itu dan
tentang pertemuannya dengan raksasa.
“Raksasa,?”
kamu bertemu dengannya?” tanya ibunya keheranan.
“Iya,
raksasa itulah yang memberi saya obat itu, Bu!”
“Oh,
Anakku! Kau telah bertemu ayahmu…! Raksasa itu adalah ayahmu. Itu sudah takdir.
Ia salah makan daun-daunan hutan. Setelah memakannya, tiba-tiba badannya
membengkak. Lama-kelamaan, ia menjadi raksasa. Sejak saat itu, ia menghilang di
dalam hutan. Ia malu bertemu ibu.”
“Katanya
ia sering bermain dengan ibu.”
“Iya,
tetapi tidak sering betul. Ibu mengajaknya pulang, tetapi ayahmu tetap tidak
mau. Apalagi bertemu denganmu, ia pasti malu.”
Kini
Wari sudah mengerti. Mengapa raksasa itu bersedih ketika ia tanyakan siapa
dirinya…
õõõ
Gara-Gara Lame
Dahulu kala, kucing dan tikus bersahabat. Ke mana
tikus pergi, kucing selalu mengikuti. Begitu pula sebaliknya.
Suatu
hari, tikus mengajak kucing pergi.
“Ke
mana?” tanya kucing.
“Ayo,
kita makan lame?” tanya kucing lagi. Yang dimkasud lame adalah singkong.
“Di
mana kita bisa makan lame?” tanya kucing lagi.
“Di
sana, di rumah
Pak Tani. Lamenya sangat banyak! Kita akan puas memakannya!” kata tikus
bersemangat.
Kucing
tertarik pada ajakan tikus. Maka malam itu, pergilah tikus dan kucing ke rumah
Pak Tani. Rupanya di rumah itu sedang ada pesta pernikahan.
Kucing
dan tikus menunggu sampai pesta itu usai. Mereka lalu membuat kesepakatan.
Karena singkong-singkong itu digantung, tikus yang akan memanjat ke atas,
sedangkan kucing menjaga di bawah. Sebelum memanjat tikus berpesan,”Jika sudah
ada lame yang kujatuhkan, cepetlah kamu tangkap! Jangan sampai lame itu jatuh
ke tempat yang lain! Nanti kita ketahuan!”
Tikus
kemudian memanjat. Sesampainya di atas, ia mencari lame yang bagus dan besar,
lalu dimakannya sendiri. Ia lupa pada si kucing.
“Kok.
Lama betul tikus di atas?” kata kucing dalam hati. Ia mulai jengkel dan curiga.
Tikus
keasyikan memakan lame-lame itu. Karena ingin makan lebih banyak, ia mengerat
tali pengikat lame. Sewaktu mengerat, tiba-tiba ia terpeleset dan jatuh.
Sebelum terempas ke bawah, tikus berteriak,”Awas, cing, ini aku, bukan lame!”
Kucing
yang sudah sangat kelaparan tidak peduli lagi, apakah yang jatuh itu lame atau
bukan. Si Tikus langsung ditangkapnya saja begitu jatuh di tanah.
“Aduh,
aku bukan lame! Aku tikus! Aku terpeleset hingga jatuh,” kata tikus ketakutan.
Kucing
merasa kasihan juga. Akhirnya si tikus ia lepaskan.
õõõ
õ Kisah Sepasang Sandal Kulit õ
Dahulu kala di daerah Lombok,
hiduplah seorang raja. Baginda Raja memiliki sepasang sandal dari kulit kerbau.
Sandal kanan berasal dari kulit kerbau jantan dan sandal kiri dari kulit kerbau
betina.
Konon,
kedua sandal itu merupakan suami-istri. Keduanya bisa bercakap-cakap, walaupun
hanya bisa didengar oleh mereka berdua saja.
Sandal
ini sangat disayang raja. Ke mana-mana selalu dipakainya. Terlebih saat musim
hujan karena sandal tersebut kuat dan tahan air.
Setiap
malam, seekor tikus selalu mengintai mereka. Tampaknya si tikus tergiur dengan
bau sandal kulit tersebut.
“Poqon!”
panggil sandal jantan pada istrinya, si Sandal Betina. “Jika kita selalu
diintip tikus yang kelaparan, lama-kelamaan kita bisa jadi mangsanya.bagaimana
kalau kita berdo’a pada Tuhan agar dijadikan tikus saja?”
“Kalau
itu maumu, aku menurut saja!” sahut istrinya.
“Kalau
kita jadi tikus, semua makanan sisa di dapur istana bisa kita santap berdua,”
tambah Sandal Jantan lagi. Sandal Betina setuju dengan usul suaminya itu.
Mereka
pun berdoa dan terkabul. Berubahlah mereka menjadi dua ekor tikus besar. Kedua
tikus itu sangat disegani oleh tikus-tikus lainnya.
Tikus-tikus
itu selalu berkejaran di atap istana sehingga raja merasa terganggu. Beliau
lalu mencari kucing untuk menangkap tikus-tikus itu.
Sepasang
tikus jelmaan sandal itu mulai ketakutan. Akhirnya mereka mulai berdoa agar
dijadikan kucing saja. Doa mereka terkabul lagi. Berubahlah sepasang tikus itu
menjadi sepasang kucing yang elok. Ratu sangat menyayangi kedua hewan itu.
Beberapa
waktu kemudian, kedua kucing itu merasa iri pada anjing karena selalu diajak
berburu oleh raja. Akhirnya, setelah berdoa, mereka berubah menjadi sepasang
anjing.
Setelah
lama menjadi sepasang anjing pemburu, mereka merasa lelah dan bosan. Mereka
berdoa kembali agar dijadikan raja dan ratu. Tuhan mengabulkan doa mereka.
Kini, keduanya menjadi raja dan ratu. Mereka mendirikan kerajaan yang lebih
besar. Namun, mereka belum puas juga. Keduanya ingin menguasai Lombok.
Berdirilah
kerajaan baru ini terdengar oleh sang raja tempat mereka mengabdi dulu. Beliau
merasa tersaingi dan terancam. Maka disusunlah rencana untuk menyerang kerajaan
baru itu. Akhirnya, terjadilah pertempuran yang seru.
Kerajaan baru
ternyata kalah. Raja dan ratunya berdoa lagi agar dijadikan tikus dan kembali.
Namun, Tuhan akhirnya mengubah mereka menjadi sepasang sandal seperti semula.
õõõ
Asal Usul Durian
Zaman dahulu kala, Raja Baron Mai berkuasa di sebuah
kerajaan di Filipina. Raja memiliki permaisuri yang masih muda dan sangat
cantik. Akan tetapi, permaisuri tidak mencintainya karena raja sudah tua dan
buruk rupa.
Tentu
saja raja sedih. Dia lalu mencari bantuan seorang pertapa di Gunung Ipu.
Setelah berhari-hari menempuh perjalanan yang berat, akhirnya beliau sampai di
Gunung Ipu. Di sana
ia bertemu seorang pertapa.
Sang
pertapa mendengarkan cerita Raja dengan takzim, lalu berkata, “Baiklah paduka
saya akan membantu. Bawakan saya 12 sendok besar susu kerbau, satu telur burung
tabon hitam, dan setangkai bunga dari pohon tipuan.
Raja
kemudian mengerahkan seluruh pengawal dan petani kerajaan untuk tugas ini.
Akhirnya, semuanya telah terkumpul, kecuali bunga dari pohon tipuan.
Raja
menjadi sangat sedih karena, ternyata, persyaratannya masih kurang.
Tiba-tiba,
malam itu ada seorang peri menampakkan diri dan berkata pada Raja, “Bunga
tipuan yang paduka cari itu ada di hutan, dan dipakai oleh seorang peri di
rambutnya. Akan tetapi, dia tidak akan memberikan bunga itu dengan mudah. Jika
paduka mengikuti saya, maka saya dapat membantu untuk mendapatkannya.”
Raja kemudian mengikuti peri itu terbang ke
angkasa. Perjalanan mereka cukup jauh, menuju hutan tempat para peri
beristirahat. Sampai di sana,
sang peri segera berubah menjadi burung kecil bersayap panjang. Dia terbang
menukik dan mengambil bunga yang indah di rambut seorang peri dan membawanya
pada Raja.
Raja
sangat gembira. Dia kumpulkan ketiga bahan ramuan tersebut, lalu segera
membawanya ke gua sang Pertapa.
Sang
pertapa pun mulai bekerja, ai mengambil sari madu dari bunga pohon tipuan itu
dan menuangkannya bersama susu ke dalam telur. Setelah selesai dia berkata,
“Tanamlah ramuan dalam telur ini dalam taman dan biarkan permaisuri memakan
buahnya,” katanya. “Kelak permaisuri akan jatuh cinta pada paduka. Akan tetapi
ingat, Paduka harus mengundang saya saat pesta perayaannya.
Dengan
perasaan tidak sabar, Raja langsung menanam telur itu di kebun istana. Keesokan
harinya, telah tumbuh sebatang pohon besar di tempat itu. Buahnya indah,
besar-besar dan tampak lezat.
Raja
memetik satu dan memberikannya kepada permaisuri, tiba-tiba permaisuri langsung
jatuh cinta pada Raja. Mantera sang pertapa ternyata ampuh.
Tentu
saja Raja sangat gembira. Sebuah pesta besar diadakan. Seluruh rakyat diundang.
Mereka bersuka ria selam tujuh hari tujuh malam. Akan tetapi, Raja lupa akan
janjinya untuk mengundang sang Pertapa. Apa yang terjadi kemudian? Karena marah
pada Raja. Ia menutuk buah yang dimakan permaisuri tadi menjadi buah yang
berduri dan berbau tidak sedap.
Begitulah
asal-usul durian. Buah berduri yang berbau tidak sedap, tetapi sangat nikmat
rasanya. Siapa pun yang memakannya akan merasakan dagingnya terasa lembut
seperti telur rebus, halus seperti susu, dan manis seperti sari madu.
õõõ
Telaga Warna
Pada zaman dahulu,
terdapat sebuah kerajaan yang tentram dan damai. Kutatanggeuhan namanya.
Rajanya adil dan bijaksana bernama Prabu Suwarnalaya. Beliau didampingi oleh
permaisuri yang bernama Ratu Purbamanah. Karena kebijaksanaan Raja, kerajaan
sangat makmur. Akan tetapi, baik raja maupun permaisuri masih merasa sedih.
Mereka belum dianugerahi seorang anak pun. Akhirnya, sang Raja memutuskan untuk
bertapa di dalam hutan. Pada suatu malam sang Raja mendengar sebuah suara. “Hai
Prabu Suwarnalaya, apakah yang kau inginkan?”
“Hamba
menginginkan anak”, ujar sang Raja.
“Baiklah
jika begitu. Sekarang pulanglah,” kata suara itu. Maka sang Raja pun pulanglah.
Beberapa
waktu setelah peristiwa itu, sang Permaisuri pun hamil. Setelah saatnya tiba,
permaisuri melahirkan seorang anak yang cantik. Anak tersebut diberi nama Putri
Gilang Rinukmi.
Semakin
besar sang Putri semakin cantik. Karena ia anak satu-satunya. Ia sangatlah
dimanjakan. Akibatnya, ia menjadi anak yang manja. Walaupun begitu, Raja,
Permaisuri, dan rakyat tetap mencintainya.
Menjelang
ulang tahun putri yang ketujuh belas, rakyat pun datang memberi hadiah berupa
barang berharga, seperti uang emas, perhiasan, dan permata. Raja terharu.
Beliau berterima kasih kepada rakyat begitu mencintainya. Akan tetapi Raja
tidak mengambil semua hadiah itu. Beliau meminta agar barang-barang itu
digunakan untuk kepentingan umum. Untuk sang Putri, beliau hanya mengambil
beberapa perhiasan emas dan permata.
Seluruh
warga kerajaan benar-benar menunggu saat penyerahan perhiasan itu kepada sang
Putri. Mereka berkumpul di halaman istana. Puncak acara pun tiba. Raja
Suwarnalaya berkata, “Warga Kutatanggeuhan yang baik, saya akan menyampaikan
hadiah kalian untuk Putri Gilang Rinukmi.”
Suasana
pun hening sejenak.”Anakku Gilang Rinukmi, ini adalah hadiah dari warga
kerajaan sebagai ungkapan kegembiraan mereka karena kau sudah menginjak dewasa.
Pakailah agar mereka melihat bahwa kau menerimanya dengan gembira.”
Sang
Putri menerima kalung itu lalu melihat-lihatnya sejenak.”Saya tidak mau
memakainya. Saya tidak suka,” kata sang Putri. Ia lalu membuang perhiasan itu.
Di
dalam keheningan itu terdengarlah Permaisuri menangis. Rakyat pun ikut
menangis. Pada saat itu suatu keajaiban terjadi. Dari dalam bumu keluarlah air
yang jernih. Seakan-akan bumi pun ikut menangis. Air itu keluar dari mata air
yang besar. Dalam waktu sekejap terbentuklah sebuah danau.
Sekarang
danau itu disebut Telaga Warna. Air telaga itu akan terlihat berwarna-warni
pada siang hari. Tampak indah sekali. Orang-orang mengatakan bahwa warna-warni
itu datang dari perhiasan yang telah dibuang oleh sang Putri.
õõõ
Pan Kasim dan Ular
Pan
Kasim seorang yang miskin. Ia mempunyai seorang isteri, tetapi tidak mempunyai
anak. Mereka tinggal di sebuah gubuk yang sudah reyot. Namun, Pan Kasim tetap
tawakal. Ia tidak pernah mengeluh. Untuk menyambung hidup sehari-hari Pan Kasim
mencari kayu bakar di hutan.
Suatu hari ketika Pan
Kasim mencari kayu bakar di hutan, ia menemukan sebuah lubang. Bagian atas
lubang tersebut tertutup rapat oelh sebatang pohon kayu
Yang baru tumbang.
Dari dalam lubang itu terdengar suara orang yang sedang meratap. “Hai, Pan
Kasim! Tolong singkirkan batang kayu yang merintangi jalan masuk ke tempat
kediamanku!”
Pan Kasim sangat
kaget ternyata yang berbicara itu adalah seekor ular besar. Pan Kasim tidak
berani mendekat. Ular itu kembali berkata, “Pan Kasim, janganlah engkau takut
menolong saya! Saya akan penuhi segala permintaanmu. Tolonglah saya, Pan
Kasim!”
Pan Kasim akhirnya
memberanikan diri untuk mengangkat dan menyingkirkar kayu itu.
Setelah kayu besar
itu diangkat dan disingkirkan, sang ular segera menanyakan apa yang Pan Kasim
minta sebagai upah jerih payahnya.
“Sang ular, saya
sudah lama hidup menderita. Kini saya ingin menjadi orang kaya, orang yang
berkecukupan,”kata Pan Kasim.
“Pan Kasim engkau akan menjadi orang kaya dan
berkecukupan,” kata sang ular.” Sekarang pulanglah segera!” kata ular lagi.
Setibanya di rumah,
Pan Kasim sangat kaget! Rumahnya tiba-tiba menjadi mewah dan megah. Istrinya
pun mengenakan pakaian yang indah dan mahal.
Pada mulanya Pan
Kasim dan istrinya mersa puas setelah menjadi orang kaya dan berkecukupan. Akan
tetapi, lama-kelamaan mereka iri kepada raja yang hidupnya lebih mewah. Selain
itu, raja juga disegani orang. Oleh karena itulah, mereka pun ingin hidup
seperti raja.
Atas desakan Men
Kasim, istrinya, akhirnya Pan Kasim pergi lagi ke hutan untuk menemui ular. Pan
Kasim memohon agar ia bisa menjadi raja. Permohonan Pan Kasim pun dikabulkan.
Sekarang Pan Kasim
sudah menjadi raja. Pan Kasim dan istrinya hidup bahagia. Akan tetapi, beberapa
lama kemudian istrinya merengek lagi. Karena ingin menuruti permintaan
istrinya, Pan Kasim kembali ke hutan, ia menemui sang ular dan memohon agar
dijadikan matahari. Sebab, lebih berkuasa daripada raja atau siapa pun.
Mendengar
permintaan itu sang ular menjadi murka. Permintaan itu bukan saja ditolak. Akan
tetapi, Pan Kasim dan istrinya malah dikembalikan menjadi miskin seperti
semula.
õõõ
Sarah dan Seekor Merpati
Di sebuah dusun tinggallah seorang kakek dan cucunya,
seorang gadis yang cantik jelita. Gadis itu bernama Sarah. Ia baik budi, pandai
bercerita, dan pandai bernyanyi. Dengan kepandaiannya itum ia senang menghibur
orang, terlebih-lebih anak kecil.
Setiap sore rumah
Sarah penug dengan anak-anak kecil yang ingin mendengarkan cerita atau
nyanyiannya. Sarah selalu memenuhi permintaan anak-anak itu dengan senang hati.
Suatu hari sehabis
mencuci pakaian di sungai. Sarah melihat seekor merpati tergeletak di jalan.
Merpati itu luka parah. Salah satu sayapnya ditembak pemburu. Dengan iba,
Sarah membawa burung itu ke rumahnya dan
merawatnya hingga sembuh.
Suatu pagi Sarah
bermaksud melepas burung yang telah sembuh itu. Akan tetapi, sungguh aneh
merpati itu tidak mau pergi. Lebih aneh lagi burung merpati itu bisa berbicara
seperti manusia. Merpati itu minta izin tinggal bersama Sarah.
:Aku sebatang kara
dui dunia ini izinkanlah aku tinggal bersamamu!” kata merpati itu.
Dengan senang hati
Sarah mengabulkan permintaan burung itu. Sejak saat itu Sarah dan si burung
merpati selalu menghibur anak-anak kecil.
Beberapa tahun
kemudian kakek Sarah sakit keras. Kian hari sakitnya kian parah. Akhirnya,
beliau pun meninggal dunia. Sarah sedih karena ia kini tinggal sebatang kara di
dunia ini. Teman-teman Sarah dan merpati itu mencoba menghibur, tetapi Sarah
tetap murung. Ia tidak mau lagi bercerita, apalagi bernyanyi. Setiap hari
kerjanya hanya melamun. Hal ini berlangsung hingga suatu malam ia tertidur dan
bermimpi.
Dalam
mimpinya ia didatangi seorang wanita cantik bernama Peri Kebaikan. Peri itu
menyuruh Sarah pergi ke arah barat karena di sana ia akan menemukan kebahagiaan hidup.
Setelah mengabarkan hal itu, Peri Kebaikan pun menghilang dan Sarah terjaga
dari tidurnya.
Keesokan harinya
Sarah menceritakan mimpinya itu kepada merpati. Burung itu menganjurkan agar
sarah mengikuti petunjuk Peri Kebaikan. Sarah pun menyetujui saran merpati.
Esok harinya, setelah berpamitan dengan kawan-kawannya, Sarah bersama merpati
memulai perjalanannya.
Berhari-hari mereka
mengembara. Bila kehabisan bekal, Sarah menyanyi dan bercerita. Orang-orang
yang mendengarkan dengan senang hati memberinya uang atau makanan.
Sementara itu,
hiduplah seorang raja yang arif dan bijaksana bernama Samba. Raja itu sedang
dirundung duka. Putra mahkota yang akan menggantikan kedudukannya menderita
sakit keras. Telah berpuluh-puluh tabib sakti dipnggil untuk mengobatinya,
tetapi tidak ada satu pun yang berhasil.
Ketika sang raja
sedang termenung memikirkan putranya, dia dikejutkan oleh kedatangan Peri
Kebaikan. Peri itu memberitahu bahwa putranya akan sembuh bila mendengar suara
gadis yatim piatu yang cantik dan baik budi. Gadis itu bernama sarah. Demikian
kata Peri Kebaikan.
Setelah mengabarkan
hal itu, Peri Kebaikan pun hilang. Raja Samba segera memanggil pengawal untuk
mencari gadis yang bernama Sarah.
“Kalau ditemukan,
lekas bawa dia ke hadapanku!” perintah Raja Samba.
Tidak sampai sehari,
pengawal Raja berhasil menemukan Sarah dan menghadapkannya kepada Raja Samba.
Sarah menurut saja saat Raja Samba minta pertolongannya, meski dia tidak yakin
dapat mengobati putra mahkota yang sedang sakit itu.
Akan tetapi,
keajaiban pun terjadi. Setelah mendengar suara Sarah, putra mahkota segera
bangun dari tidurnya. Melihat kecantikan Sarah, putra mahkota tertarik,
kemudian, putra mahkota minta izin ayahandanya untuk mempersunting Sarah. Raja
Samba mengabulkan permintaannya. Sarah pun tidak menolak pinangan itu. Pada
hari yang ditentukan, resmilah Sarah dan putra mahkota menjadi suami istri.
Suatu hari sarah
bermaksud memberi makan merpatinya. Akan tetapi, burung itu sudah menghilang.
Sarah mencari merpati itu, tapi tidak menemukannya. Akhirnya, Sarah menangis.
Pada saat itu,
terdengar suara sapaan. Sarah terkejut setelah tahu siapa yang menyapanya.
Ternyata, Peri Kebaikan. Peri itu menanyakan mengapa Sarah menangis. Sarah pun
menceritakan peristiwa yang dialaminya. Peri Kebaikan tersenyum mendengar
cerita Sarah. Sang Peri kemudian mengubah dirinya menjadi seekor merpati.
Peri yang baik itu
kemudian menceritakan bahwa dia sengaja mengubah dirinya menjadi seekor merpati
untuk menolong Sarah.
“Karena kau telah
menolongku saat sebelah sayapku terluka ditembak para pemburu. Kini tugasku telah
selesai. Kau telah menemukan kebahagiaan,” ungkap merpati.
Merpati mengepakkan
sayapnya kemudian terbang tinggi. Tinggi sekali sampai hilang dari pandangan.
Mata Sarah pun berkaca-kaca.
Tradisi Sunat (Khitan) melanda Dunia
Sunat di Berbagai Negara
Dalam agama Islam sunat atau sirkumsisi
disebut khitan merupakan kebiasan yang berkelanjutan dari millah atau
ajaran Nabi Ibrahim as. Kala itu, Nabi Ibrahim as, saat usia 80 tahun disunat
dengan alat yang disebut qadum.
Sesungguhnya tujuan utama dari sunat
adalah membersihkan diri dari berbagai kotoran serta penyebab penyakit yang
mungkin yang melekat pada ujung penis atau zakar yang masih ada kulupnya.
Ketika bersunat, kulup yang menutupi jalan ke luar urine dibuang sehingga kemungkinan
kotoran untuk menempel atau berkumpul di ujung penis jadi lebih kecil. Ini
dikarenakan penis lebih mudah dibersihkan.
Sunat dapat menghindari timbulnya
berbagai penyakit. Misalnya fimosis, parafimosis, kandidiasis, serta tumor
ganas dan pra-ganas pada daerah alat kelamin laki-laki.
Para ahli di American Academy of
Pediatric sejak 1975 menyatakan secara medis, tidak ada keharusan bagi bayi
laki-laki yang baru lahir untuk bersunat, kecuali bila ada indikasi khusus.
Misalnya ia menderita fimosis. Begitu juga jika bayi atau si kecil yang berusia
di bawah lima tahun menderita infeksi saluran kemih.
Sebagai catatan, kelainan pada kulup
penis, khususnya fimosis, biasanya dialami oleh satu dari dua puluh bayi
laki-laki. Oleh karena itu, ia sudah bisa disunat sebelum usia dua bulan.
Namun, dalam tradisi agama Islam disebutkan, anak laki-laki yang sehat harus
disunat begitu menginjak usia akil balig, yakni setelah mimpi basah. Umumnya
ini terjadi ketika mereka lebih berusia 10 tahun.
Manfaat sunat atau sirkumsisi (circumcision)
amat disadari dan justru dipraktikkan di negara Barat. Hutchinson pada 1855
melaporkan bahwa sunat mungkin sekali dapat mencegah seseorang tertular
sifilis.
Banyak penelitian yang telah
membuktikan (evidence based medicine) bahwa sunat dapat mengurangi
resiko kanker penis, infeksi saluran kemih, dan mencegah penularan berbagai
penyakit menular seksual, termasuk HIV/AIDS dan juga mencegah penularan human
papillima virus.
Perlu diketahui, sebanyak 80% bayi di
Amerika Serikat disunat, dan setiap tahun 1,2 juta bayi laki-laki di sana
disunat. Di Kanada 48% dari laik-laki disunat. Sebaliknya kebiasan sunat tidak
banyak dikenal di Eropa, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Seperti diketahui
sesuai ajaran agamanya. Sunat rutin duikerjakan untuk setiap laki-laki muslim
dan yahudi.
Sunat terbukti menurunkan resiko
infeksi saluran kemih. Penelitian menunjukkan, tujuh sampai 14 per 1.000 bayi
yang yelah disunat mengalami infeksi saluiran kemih. Bandingkan dengan hanya 1
sampai 2 per 1.000 bayi yang disunat.
Bahkan di majalah kedokteran yang
terbaik di dunia, New England Journal Medicine, melaporkan hasil
penelitian yang amat menyakinkan. Diteliti swbanyak 1913 pasangan studi kasus
terkontrol yang terkait dengan kanker leher rahim yang berasal dari lima negara.
Hasilnya sebagai berikut: infeksi HPV pada penis ditemukan 166 orang dari 847
laki-laki yang tidak disunat (19,6%).
Bandingkan dengan hanya 5% infeksi HPV
pada laki-laki yang disunat (16 dari 292 laki-laki yang disunat). Diketahui
bahwa infeksi HPV merupakan salah satu penyebab terjadinya kanker leher rahim.
Dengan demikian, sunat akan menurunkan resiko kanker leher rahim pada pasangan
karena menurunkan resiko infeksi HPV pada penis.
Langganan:
Postingan (Atom)