Sabtu, 28 April 2012

Kedudukan Ilmu Umum dan Ilmu Agama


Ilmu Pengetahuan Umum dan Agama Saling Mengisi

Buku ini memang ditulis pada tiga tahun yang lalu akan tetapi, tidak ada salahnya jika kita mau mengkaji isi dari buku ini. Dari isi yang terkandung di dalamnya tentunya membuat kita agak sedikit lega untuk menengok sejarah beberapa puluh tahun yang silam, di masa kejayaan peradaban islam.
Sejak beberapa puluh tahun yang lalu majalah “Manarul Islam”, sebuah majalah yang tertib di Uni Emirat Arab (UEA) memuat beberapa artikel penulis yang berjudul “Ad-Din fi ‘Ashr al-‘Ilm” secara bersambung, kemudian majalah tersebut menerbitkan artikel-artikel itu menjadi sebuah buku dengan judul yang sama.
Sebenarnya buku ini adalah bagian pertama dari karya penulis yang berjudul “Bayyinat al-Hilal al-Islam wa Syubhat al-‘Ilmaniyyin wal al-Mutaghribin,” (Solusi Islam, kesalahpahaman kaum Sekuler dan orang-orang Barat).
Buku ini sengaja ditulis untuk mengomentari kesalahpahaman kaum Sekuler yang didengung-dengungkan dan diidolakan oleh para pengagum aliran ini. Mereka selalu mengatakan, “Bagaimana mungkin anda menyerukan kami menyelesaikan dinamika problema kehidupan di era ilmu pengetahuan dan teknologi canggih (iptek) dengan solusi Islam? Solusi yang ditawarkan Islam hanya menekankan nilai-nilai agama. Agama dianggap sebagai refensi yang utama bagi pembentukkan undang-undang terhadap berbagai sector kehidupan, baik yang menyangkut moral, sosial, politik, ekonomi, budaya dan ilmu pengetahuan di era yang serba canggih ini. Padahal, semua orang tahu bahwa era agama sudah berakhir dan orang-orang modern sudah tidak peduli lagi pada agama.
Sekali lagi kata mereka sebagai pengagum Sekulerisme, orang-orang Barat mencapai sebuah kemajuan yang menakjubkan, sebagaimana peran yang anda saksikan sendiri, karena meraka berani mengambil resiko dengan meninggalkan peran agama dalam menatap masa depan kehidupannya dan berani membebaskan diri dari intervensi para pemuka agama. Mereka berlomba-lomba mencari ilmu pengetahuan dan menggali pemikiran-pemikiran modern untuk dijadikan pijakan dalam menetapkan sebuah undang-undang atau peraturan, kemudian dijadikan sebuah pegangan dan prinsip hidup untuk mencapai suatu kemajuan. Oleh karena itu, kita harus belajar kepada prinsip hidup mereka apabila kita ingin maju dan meraih sukses seperti mereka. Sudah saatnya kita harus melepaskan diri dari peran agama dalam kehidupan kita, jika kita tidak ingin selalu berada di bawah baying-bayang keterbelakangan dan kebodohan.
Itulah statemen yang dikeluarkan mereka (para pengagum Sekulerisme). Semuanya bias maju dengan pesat, dan itu salah satunya harus meninggalkan peran agama dalam kehidupan mereka.
Dalam buku ini akan diperoleh gambaran atau uraian yang sangat jelas. Bahwa tidak ada pertentangan antara agama dan ilmu pengetahuan, karena pada hakekatnya ilmu pengetahuan adalah agama (sebagai way of life bagi perjalanan umat manusia) dan agama adalah ilmu pengetahuan. Sementara itu, peradaban Islam yang kita kenal adalah sebuah peradaban yang memadukan antara ilmu pengetahuan dengan nilai-nilai keimanan. Adapun metode ilmiah yang sifatnya eksperimental dan dedukatif yang dijadikan unggulan peradaban orang Barat (pengagum Sekulerisme) sebenarnya digali dari nilai-nilai peradaban bangsa Arab masa lalu yang bernuansa Islam di masa kejayaan umat Islam. Hal ini berlandasan pada catatan para sejarawan di bidang ilmu pengetahuan.
Buku ini juga menjelaskan bahwa peran agama belum berakhir dan tidak akan pernah berakhir selama kehidupan dunia ini masih ada dan agama masih tetap dibutuhkan, karena agama merupakan fitrah bagi perjalanan hidup umat manusia yang telah tetap oleh Allah Swt. Di samping itu agama merupakan spirit kehidupan dan esensi yang sangat penting bagi eksistensi seluruh umat manusia. Oleh karena itu, kebutuhan umat manusia terhadap agama tidak akan pernah berakhir, baik kebutuhan yang berkaitan dengan akal pikiran, hati, individualistik, maupun sosial kemasyarakatan. Tidak ada yang dapat menggantikan peran dan kedudukan agama bagi kelangsungan hidup umat manusia, baik oleh ilmu pengetahuan, filsafat, teknologi, maupun ideology yang marak akhir-akhir ini.
Sekarang yang patut kita sayangkan adalah pernyataan paham marxisme yang beranggapan bahwa agama adalah candu dan racun masyarakat. Pernyataan semacam ini secara tidak disadari memunculkan suatu pengakuan bahwa paham Marxisme adalah agama, atau setidak-tidaknya sebagai pengganti peran agama. Ini bisa dilihat dari pemikiran yang muncul dari filsafat Marxisme yang mengarah dan bercorak karakteristik agama. Penulis membantah dan menolak secara keras terhadap teori tiga periodesasi yang dilontarkan oleh seorang filosof paham positivisme dari Perancis, August Comte.
Buku ini diharapkan bisa dimengerti dan dipahami oleh setiap orang yang memiliki sikap dan pemikiran yang moderat bahwa peran agama akan tetap eksis sepanjang kehidupan dunia ini masih berlangsung. Perlu diketahui dan disadari pula, bahwa agama mempunyai tugas dan fungsi yang tidak jauh berbeda dengan ilmu pengetahuan dalam menyejahterakan umat manusia, bahkan peran dan fungsi agama lebih besar.
Coba perhatikan dan camkan ayat pertama yang turun, iqra’ yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. “Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan (umat manusia).” Kegiatan membaca merupakan perintah Allah Swt. Yang sangat ditekankan kepada umat manusia, karena membaca adalah sarana atau kunci terpenting untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar