Ilmu Pengetahuan Umum dan Agama Saling Mengisi
Buku ini memang ditulis pada tiga
tahun yang lalu akan tetapi, tidak ada salahnya jika kita mau mengkaji isi dari
buku ini. Dari isi yang terkandung di dalamnya tentunya membuat kita agak
sedikit lega untuk menengok sejarah beberapa puluh tahun yang silam, di masa
kejayaan peradaban islam.
Sejak beberapa
puluh tahun yang lalu majalah “Manarul Islam”, sebuah majalah yang
tertib di Uni Emirat Arab (UEA) memuat beberapa artikel penulis yang berjudul “Ad-Din
fi ‘Ashr al-‘Ilm” secara bersambung, kemudian majalah tersebut menerbitkan
artikel-artikel itu menjadi sebuah buku dengan judul yang sama.
Sebenarnya buku ini
adalah bagian pertama dari karya penulis yang berjudul “Bayyinat al-Hilal
al-Islam wa Syubhat al-‘Ilmaniyyin wal al-Mutaghribin,” (Solusi Islam,
kesalahpahaman kaum Sekuler dan orang-orang Barat).
Buku ini sengaja ditulis
untuk mengomentari kesalahpahaman kaum Sekuler yang didengung-dengungkan dan
diidolakan oleh para pengagum aliran ini. Mereka selalu mengatakan, “Bagaimana
mungkin anda menyerukan kami menyelesaikan dinamika problema kehidupan di era
ilmu pengetahuan dan teknologi canggih (iptek) dengan solusi Islam? Solusi yang
ditawarkan Islam hanya menekankan nilai-nilai agama. Agama dianggap sebagai
refensi yang utama bagi pembentukkan undang-undang terhadap berbagai sector
kehidupan, baik yang menyangkut moral, sosial, politik, ekonomi, budaya dan
ilmu pengetahuan di era yang serba canggih ini. Padahal, semua orang tahu bahwa
era agama sudah berakhir dan orang-orang modern sudah tidak peduli lagi pada
agama.
Sekali lagi kata mereka
sebagai pengagum Sekulerisme, orang-orang Barat mencapai sebuah kemajuan yang
menakjubkan, sebagaimana peran yang anda saksikan sendiri, karena meraka berani
mengambil resiko dengan meninggalkan peran agama dalam menatap masa depan
kehidupannya dan berani membebaskan diri dari intervensi para pemuka agama.
Mereka berlomba-lomba mencari ilmu pengetahuan dan menggali pemikiran-pemikiran
modern untuk dijadikan pijakan dalam menetapkan sebuah undang-undang atau
peraturan, kemudian dijadikan sebuah pegangan dan prinsip hidup untuk mencapai
suatu kemajuan. Oleh karena itu, kita harus belajar kepada prinsip hidup mereka
apabila kita ingin maju dan meraih sukses seperti mereka. Sudah saatnya kita
harus melepaskan diri dari peran agama dalam kehidupan kita, jika kita tidak
ingin selalu berada di bawah baying-bayang keterbelakangan dan kebodohan.
Itulah statemen yang
dikeluarkan mereka (para pengagum Sekulerisme). Semuanya bias maju dengan
pesat, dan itu salah satunya harus meninggalkan peran agama dalam kehidupan
mereka.
Dalam buku ini akan
diperoleh gambaran atau uraian yang sangat jelas. Bahwa tidak ada pertentangan
antara agama dan ilmu pengetahuan, karena pada hakekatnya ilmu pengetahuan
adalah agama (sebagai way of life bagi perjalanan umat manusia) dan
agama adalah ilmu pengetahuan. Sementara itu, peradaban Islam yang kita kenal
adalah sebuah peradaban yang memadukan antara ilmu pengetahuan dengan
nilai-nilai keimanan. Adapun metode ilmiah yang sifatnya eksperimental dan
dedukatif yang dijadikan unggulan peradaban orang Barat (pengagum Sekulerisme)
sebenarnya digali dari nilai-nilai peradaban bangsa Arab masa lalu yang
bernuansa Islam di masa kejayaan umat Islam. Hal ini berlandasan pada catatan
para sejarawan di bidang ilmu pengetahuan.
Buku ini juga menjelaskan
bahwa peran agama belum berakhir dan tidak akan pernah berakhir selama
kehidupan dunia ini masih ada dan agama masih tetap dibutuhkan, karena agama
merupakan fitrah bagi perjalanan hidup umat manusia yang telah tetap oleh Allah
Swt. Di samping itu agama merupakan spirit kehidupan dan esensi yang sangat
penting bagi eksistensi seluruh umat manusia. Oleh karena itu, kebutuhan umat
manusia terhadap agama tidak akan pernah berakhir, baik kebutuhan yang
berkaitan dengan akal pikiran, hati, individualistik, maupun sosial
kemasyarakatan. Tidak ada yang dapat menggantikan peran dan kedudukan agama
bagi kelangsungan hidup umat manusia, baik oleh ilmu pengetahuan, filsafat,
teknologi, maupun ideology yang marak akhir-akhir ini.
Sekarang yang patut kita
sayangkan adalah pernyataan paham marxisme yang beranggapan bahwa agama adalah
candu dan racun masyarakat. Pernyataan semacam ini secara tidak disadari
memunculkan suatu pengakuan bahwa paham Marxisme adalah agama, atau
setidak-tidaknya sebagai pengganti peran agama. Ini bisa dilihat dari pemikiran
yang muncul dari filsafat Marxisme yang mengarah dan bercorak karakteristik
agama. Penulis membantah dan menolak secara keras terhadap teori tiga
periodesasi yang dilontarkan oleh seorang filosof paham positivisme dari
Perancis, August Comte.
Buku ini diharapkan bisa
dimengerti dan dipahami oleh setiap orang yang memiliki sikap dan pemikiran
yang moderat bahwa peran agama akan tetap eksis sepanjang kehidupan dunia ini
masih berlangsung. Perlu diketahui dan disadari pula, bahwa agama mempunyai
tugas dan fungsi yang tidak jauh berbeda dengan ilmu pengetahuan dalam
menyejahterakan umat manusia, bahkan peran dan fungsi agama lebih besar.
Coba perhatikan dan
camkan ayat pertama yang turun, iqra’ yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
“Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan (umat
manusia).” Kegiatan membaca merupakan perintah Allah Swt. Yang sangat
ditekankan kepada umat manusia, karena membaca adalah sarana atau kunci
terpenting untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar